1. Asal Social Entrepreneurship
Menurut Deakins & Freel (2009:249) sebagaimana yang dikutip oleh
Wahyudi (2012:91) Ilmu sosial ekonomi digunakan sebagai acuan dasar
pengembangan konsep social entrepreneurship. Istilah sosial ekonomi
berawal pada permulaan abad ke-20, ditandai dengan banyak perubahan (kemiskinan,
ketidakpastian hak, dll). Sebagai akibat revolusi industri pada abad 18 dan 19.
Istilah social entrepreneurship belum digunakan sampai dengan tahun
1970, namun sejak saat itu istilah ini mulai dipopulerkan oleh Bill Drayton
(Ashoka Foundation). Ashoka sebuah organisasi yang memiliki tujuan sosial,
mengupayakan tercapainya visi dan misi dengan cara inovatif dan kreatif melalui
metode bisnis pada umumnya organisasi seperti Ashoka ini disebut juga social
enterprise. Sedangkan orang-orang yang terlibat dalam social enterprise disebut
social entrepreneur.
2. Definisi Sosial Entrepreneurship
Menurut Deakins & Freel (2009:252) sebagaimana yang dikutip oleh
Wahyudi (2012:91) Social Entrepreneurship adalah semua aktivitas yang
berhubungan dengan pengambilan peluang untuk menciptakan nilai-nilai sosial di
masyarakat dengan cara inovatif, kreatif, dan disertai pengambilan risiko
kegagalan. Sedangkan menurut Santosa (2007) sebagaimana yang dikutip oleh
Wulandari (2012) Sosial Entrepreneurship merupakan sebuah istilah
turunan dari kewirausahaan. Gabungan dari dua kata, social yang artinya
kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya kewirausahaan.
Pengertian sederhana dari Social Entrepreneur adalah seseorang yang
mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk
melakukan perubahan (social change), terutama meliputi bidang
kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Sosial Entrepreneurship adalah semua
aktivitas yang berhbungan dengan pengambilan peluang untuk menciptakan
nilai-nilai sosial di masyarakat terutama dalam bidang kesejahteraan,
pendidikan dan kesehatan dengan cara kreatif, inovatif, dan disertai
pengambilan risiko kegagalan.
Ada beberapa tingkatan dari social entrepreneurship sebagai
berikut (Wahyudi, 2012:91).
1) Social
obligation
Tingkat aktivitas minimum akan tanggung
jawab sosial, hanya melakukan kegiatan yang diwajibkan oleh Negara. Seperti
kegiatan yang dilakukan oleh forum mahasiswa Bidikmisi (Formadiksi) sebagai
pengabdian kepada Negara di akhir semester gasal berupa kegiatan FUN
(Formadiksi Untuk Negeri), dimana dalam kegiatan tersebut diciptakan nilai-nilai
sosial dalam bidang pendidikan dengan cara memberikan pelatihan keterampilan origami
pada anak-anak di tempat pengabdian selama beberapa hari. Selain hal tersebut
dalam bidang kesejahteraan dilaksanakan dengan member bantuan berupa sembako
kepada masyarakat kurang mampu di daerah pengabdian. Serta dalam bidang
kesehatan dilaksanakan dengan kegiatan kerja bakti mengambil sampah di
sepanjang jalanan tempat pengabdian, membersihkan tempat ibadah yang berada di
tempat pengabdian, dan menanam pohon secara gratis di halaman tempat tinggal
masyarakat di tempat pengabdian.
2) Social
responsiveness
Tingkat aktivitas medium akan tanggung
jawab sosial, melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, walaupun
tidak diwajibkan oleh Negara. Seperti seorang mahasiswa lulusan S1 Pendidikan
Ekonomi di Universitas Negeri Malang asal Jombang yang memilih untuk bergabung
dengan Koperasi di daerahnya dan berhasil mengembangkan komoditas pisang dengan
berbagai macam produk rasa. Sehingga Koperasi tersebut menjadi maju dan para
anggotanya menjadi sejahtera.
3) Social
responsibility
Tingkat aktivitas maksimum akan kesadaran
dan tanggung jawab sosial secara luas, mengejar tujuan jangka panjang yang
sangat bermanfaat bagi masyarakat, walaupun tidak ada keuntungan bisnis apapun
di dalamnya. Seperti seseorang yang
menciptakan lembaga sosial untuk pemberantasan buta huruf.
3. Karakteristik
Social Entrepreneur
Ada 3 (tiga) karakteristik wirausaha sosial
sebagaiberikut (Prima, 2016).
1) Adanya aktivitas produksi barang/jasa.
Konsep wirausaha sosial berpusat pada suatu
produksi barang atau jasa untuk menghasilkan keuntungan. Dengan adanya
keuntungan, sebuah organisasi wirausaha sosial dapat merencanakan
perkembangannya, dan mendanai misi sosial yang menjadi sasarannya. Meskipun
dana tersebut dapat diperoleh dari kompetisi atau angel investor, tetapi
keuntungan yang berkelanjutan dapat menciptakan kemandirian bagi organisasi dan
komunitas yang dibantu.
2) Memiliki nilai sosial
Disamping profit, kesuksesan wirausaha
sosial diukur dari seberapa berhasil organisasi tersebut menyelesaikan masalah
sosial. Melalui kegiatannya, organisasi merancang program-program yang secara
spesifik dapat memenuhi kebutuhan komunitas sasaran.
3) Menjaga jaringan komunikasi atau informasi
Setelah memastikan organisasi mendapatkan
profit dan memiliki nilai sosial, wirausaha sosial juga harus menjalankan
proses komunikasi dengan baik. Dengan komunikasi yang efektif tidak hanya
komunitas sasaran akan mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memperbaiki kehidupan mereka, tetapi publik akan memberikan dukungan terhadap
misi sosial seorang wirausaha. Wirausaha sosial berpromosi dengan cara yang
sedikit berbeda, yaitu dengan cara menciptakan kesadaran masyarakat akan sebuah
isu sosial dan mengemukakan langkah-langkah perubahan yang telah berhasil
dilakukan.
4. Kunci Keberhasilan Social Entrepreneurship
Social entrepreneurship mengacu pada berbagai
macam tipe aktivitas, organisasi, dan masyarakat. Seelos & Mair dalam
Deakins & Freel (2009:250) menyatakan tiga konsep kunci keberhasilan social
entrepreneurship sebagai berikut.
1) Semua aktivitas organisasi non-profit perlu difokuskan pada
diversifikasi sumber pendanaan agar tidak terlalu bergantung pada dana hibah
pemerintah atau perusahaan swasta.
2) Diperlukan koordinasi aktivitas beberapa individu dalam organisasi yang
memiliki tugas masing-masing untuk mencari pemecahan masalah sosial yang
spesifik.
3) Bekerjasama dengan aktivitas perusahaan swasta dalam menjalankan
inisiatif tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat (corporate social
responsibility).
Sumber:
Deakins, D. & Freel, M. 2009. Entrepreneurship and Small Firms.
Glasgow: McGraw Hill.
Prima. 2016. 3 Karakteristik Wirausaha Sosial yang Perlu Kamu Tahu.
(Online), (http://www.gandengtangan.org/blog/3-karakteristik-wirausaha-sosial-yang-perlu-kamu-tahu.html) diakses pada tanggal
15 Februari 2017.
Wahyudi, Sandy. 2012. ENTREPRENEURIAL BRANDING AND SELLING: Road Map
Menjadi Entrepreneur Sejati. Yogayakarta: Graha Ilmu.
Wulandari, Desti. 2012. Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneur).
(Online), (http://www.destiwulandari_kewirausahaan-sosial-social-entrepreneur.html) diakses pada tanggal
14 Februari 2017.
Gambar:
https://www.google.co.id/search?q=gambar+kewirausahaan+sosial+untuk+blog&espv=2&biw=1024&bih=509&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwizoJzUhLLSAhUHW5QKHY_AAuoQ_AUIBigB#imgrc=PzGm6HZIGNv2SM.